Cerpen : Forget or Forgive

 Forget or Forgive?

            Ya, memang yang namanya cinta pertama itu memang sulit dilupakan. Banyak cerita dibalik cinta pertama suka duka yang pastinya akan teringat terus. Lalu bagaimana jika cinta pertama itu sama sekali tidak pantas untuk diingat? Apakah kita bisa lari darinya?
“ Reinaaa......”
“Ssssstttttttt..” Desis beberapa orang dengan telunjuk berada didepan mulut, menandakan bahwa mereka terganggu dengan suara Rian yang cukup keras.
“Rian, apaan sih? Ngomongnya jangan kenceng-kenceng ih” Ucapku yang langsung mengomeli Rian namun dengan suara yang pelan.
“Reina makan yuk? Laper nih” Ucap Rian sembil menarik tanganku menuju keluar dari perpustakaan tepatnya menuju kantin.
            1 Tahun belakangan ini aku sedang sibuk menyelesaikan pendidikanku di suatu universitas di Negeri Samba. Aku mendapatkan beasiswa sejak lulus dari SMA. Di Brazil aku tak mengenal siapapun, aku hanya mengenal Rian. Rian adalah mahasiswa asal Indonesia yang kuliah satu kampus denganku. Dia sangat baik, dia mau menjadi guarantor selama aku berkuliah disini, maklum saja dia sudah lebih dulu berkuliah disini dibanding aku. Sejak aku berangkat ke Brazil aku belum pernah lagi pulang ke Indonesia, ya memang sengaja untuk mengirit budget selama disini bahkan kadang-kadang aku minta dibayarin makan oleh Rian.
“Reina? Mau pesen apa? “ Tanya Rian sambil menyodorkan daftar menu kantin.
“ Ahh.. enggak lah” Ucapku yang pura-pura menolak karena makanan di kantin sekolah ini terlalu mahal buat anak nyasar seperti aku.
“Udah pesen aja, laper kan?”
“Enggak usah Ian.”
“Yaudah kalo aku bayarin mau?” Ucap Rian yang seketika membawa angin segar untukku.
“Kalo itu aku mau,hehe” Jawabku dengan wajah tersenyum lebar.
            Setelah makan, kami langsung pulang menuju asrama karena jadwal kuliah sudah selesai. Selama di Brazil aku tinggal di asrama gratis yang disediakan oleh sekolah untuk mengirit biaya hidup di Brazil. Sedangkan Rian, dia tinggal di apartemen milik keluarganya. Setiap pagi, Rian selalu menjemputku untuk pergi ke kampus lumayan kalo ada dia ongkos ke kampus jadi lebih irit hehe.
            Hari ini sepulang dari kampus, Rian mengajakku pergi ke Parque do ibirapuera.
“ Ngapain ngajak aku kesini Ian? “
“ Nggak papa kok, pengin aja rein emang gak boleh ya? “ Ucap Rian sambil duduk di bangku taman.
“ Boleh kok, tumben aja hehe.”
“Rein, sebenernya aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” Ucap Rian yang seketika membuat aku penasaran.
“Ngomong apa Ian?”
“ Apa kamu pernah jatuh cinta? “
Ucapan Rian seketika membuatku terdiam.
            Mengaggumimu dan memandangimu adalah hal yang tak pernah membuat aku bosan. Selalu ada gaya yang menarikku untuk selalu melakukan hal itu, walaupun aku tak tau kapan kau akan melakukan hal yang sama kepadaku. Daffa, nama yang sangat indah, sejuk rasanya saat aku mendengar nama itu seperti ada angin yang menerpa jiwaku. Daffa adalah teman satu sekolahku, dia adalah lelaki yang sangat aku kagumi sejak dulu, sejak aku melihatnya datang ke sekolah dan mengenalkan dirinya. Aku memang tak tau jenis perasaan ini, aku selalu ingin tau tentangnya, aku ingin selalu melihatnya walaupun hanya sebentar. Sudah 3 tahun mungkin kami satu sekolah, kami saling mengenal layaknya teman satu sekolah biasanya. Dia tau namaku dan akupun tau namanya, tapi setiap dia memanggil namaku, aku merasa ada hal yang berbeda diantara kami.
            Tahun ini adalah tahun ajaran baru, kupersiapkan diriku untuk masuk ke sekolah baru dengan jenjang yang lebih tinggi. Sejenak aku mencoba untuk melupakan hal aneh itu dan mencoba untuk fokus kepada pendidikanku. Namun, semakin aku mencoba untuk menjauh tapi hal itu makin mendekat. Kini dia satu sekolah denganku, namun tak apalah yang penting aku bisa mengendalikan diriku. Hari pertama masuk sekolah, aku berkenalan dengan banyak teman baru, salah satunya adalah Tiara. Tiara adalah gadis yang sangat cantik, kulitnya putih dan rambutnya panjang terurai. Kebetulan kami memang masuk dikelas yang sama. Setelah beberapa hari sekolah, kami diminta untuk memilih ekstrakulikuler yang sesuai dengan bakat dan minat kami.
            Sore itu, aku berangkat ke sekolah untuk mengikuti ekstra yang aku pilih. Aku memilihnya karena itu memang sesuai dengan bakat dan minatku. Tak kukira ternyata dia juga mengikuti ekstrakulikuler yang sama. Semenjak itu, kami sering bertemu, hal yang aku ikuti ternyata juga dia ikuti. Aku tak tau memang kebetulan ataukah ada unsur kesengajaan sebelumnya, yang penting keuntungannya aku bisa sering melihatnya. 
            Hari berganti minggu hingga bulan menyapa, karena terus-terusan bertemu kami pun menjadi teman baik. Dia kadang mengirim pesan singkat yang isinya tak terlalu penting sih menurutku tapi cukup membuat aku senang membacanya. Walaupun dia telah mempunyai kekasih, ia masih saja mengirim pesan padaku. Sampai akhirnya dia putus dengan kekasihnya. Kadang aku merasa tak enak hati karena aku berfikir akulah penyebab rusaknya hubungan mereka, padahal tak ada maksud hati untuk merusak hubungan mereka. Aku memang mengagguminya tapi aku masih mengerti batasanku.
            Suatu hari saat aku mengikuti suatu kegiatan, aku bertemu dengannya kali ini dia mengajakku berbicara.
“Reina, bisa ngobrol sebentar ga?” Ucapnya dengan wajah sedikit gugup.
“Heem” Balasku singkat diikuti dengan anggukan yang menandakan aku setuju berbicara dengannya.
“Reina, sebenernya heeemm sebenernya..” Ucapnya dengan terbata-bata
“Sebenernya apa Fa?”
“Sebenernya aku suka sama kamu Rein” Ucapnya sontak aku pun menjatuhkan sapu yang ada ditanganku, aku tercengang dengan ucapan Daffa.
“Apa?” Tanyaku yang masih tidak percaya dengan apa yang diucapkan Daffa.
“ Aku suka sama kamu Reina, sejak pertama kali aku ketemu kamu , aku bener-bener jatuh cinta sama kamu. Tapi aku gak cukup berani untuk bilang ini sama kamu. Setelah 4 tahun mengumpulkan  keberanian akhirnya aku baru bisa bilang ini sekarang. Kamu mau ga jadi pacar aku? “ Ucapnya yang membuat aku terdiam sejenak.
Setelah lama terdiam, aku pun menganggukan kepalaku beberapa kali. Daffa yang berada di depanku langsung berjingkrak kegirangan. Sesudah kejadian itu, kurasa hari-hariku lebih indah. Daffa yang selama ini aku kagumi ternyata juga menyimpan perasaan yang sama terhadapku. Ternyata dia memang seorang yang sangat romantis, dia selalu membuat aku bahagia. Terkadang, dia membawakan seikat bunga, membawakan ice cream bahkan dia sering menyanyikan lagu untukku. Banyak teman kami yang iri dengan hubungan kami yang jauh dari gosip miring, bahkan ada yang bilang bahwa kami adalah pasangan yang sangat serasi. Dilain sisi, aku kini memiliki 8 sahabat yang sangat aku sayangi. Lena, Wina, Rika, Ajeng, Tiara, Ica, Syifa dan Rossa, mereka selalu mendukungku dalam keadaan apapun.
“ Daffa, kamu mau ajak aku kemana sih? Kenapa mata aku ditutup kaya gini? “
“ Udah, kamu tenang aja. “ Ucapnya sambil berbisik ditelingaku.
“ Daffa.. Daffa kamu dimana? Aku buka ya penutupnya. Daffa” Teriakku pada Daffa yang beberapa menit ini tidak bersuara.
“Oke kamu boleh buka sekarang” Teriak Daffa dari kejauhan.
Seketika aku terdiam melihat taman yang sangat indah berhias lilin-lilin yang menyala menerangi sekitar taman. Terlihat sebuah meja dengan dua kursi yang diatasnya terdapat sebuah lilin dan vas bunga yang berisikan mawar merah. Aku memandangi meja tersebut dengan mata berkaca-kaca, aku tak mampu berkata apapun. Beberapa saat kemudian didepan meja tadi lampu bertuliskan “Happy Anniversary Reina” menyala, dan Daffa muncul dari balik lampu tadi sambil memainkan gitar dan menyanyi.
Aku yang tak akan melepaskan, kamu yang mengenggam hatiku
Kita takkan mungkin terpisahkan, biarlah terjadi apapun yang terjadi
Aku yang tak bisa melepaskan, kamu yang miliki hatiku
Walau mungkin terlalu cepat bagi kita berdua untuk mengatakan
Selamanya kita akan bersama
Melewati segalanya yang dapat pisahkan kita berdua
Selamanya kita akan bersama
Takkan ada keraguan kini dan nanti percayalah
Setelah menyanyi, Daffa pun memberikan seikat bunga mawar putih dan berkata“ Aku janji ga bakal ninggalin kamu dalam keadaan apapun, aku janji bakal setia nunggu kamu sampai kapanpun dan dengan alasan apapun Reina, aku janji”
“Aku ga bisa ngomong apapun Fa, makasih buat semuanya” Ucapku dengan mata berkaca-kaca
            Malam itu kami menikmati dinner yang sangat romantis dibawah sinar rembulan dan hembusan angin yang berirama senada dengan goyangan rumput. Saat itu aku merasa menjadi wanita yang paling istimewa di dunia, wanita yang paling beruntung punya Daffa dihidupku.
            Bulan terus berganti bulan, pagi itu seperti biasanya aku ingin memberikan sarapan kepada Daffa di kelasnya. Aku tak menemukan Daffa dikelasnya
“Pasti dia di taman “ aku pun bergegas ke taman sekolah
“ Daffa? “ Ucapku lirih sambil menjatuhkan sarapan yang aku bawa karena melihat Daffa dan Tiara sedang berpelukkan.
“Reina tunggu! Aku bisa jelasin Rein “ Teriaknya sambil mengejarku dan berusaha menjelaskan sesuatu.
“ Kamu ga perlu jelasin apapun kok aku udah liat semuanya Daf, itu udah cukup jelas buat aku.” Ucapku dengan tersendat-sendat menahan airmata dan terus berlari meninggalkan Daffa.

“Hey Reina, jawab dong kok bengong? “ Tanya Rian yang seketika menghentikan lamunanku.
“ Aku ga pernah ingin jatuh cinta karena jatuh cinta itu sakit. “
“ Kamu tau darimana? Kalo kamu sendiri belum pernah ngrasain jatuh cinta. Jatuh cinta itu indah kok, jatuh cinta itu seperti saat aku melihat kamu”
“Maksud kamu?”
“Iya, aku jatuh cinta sama kamu Rein.”
            Setelah mendengar perkataan Rian tadi, aku langsung berlari meninggalkan Rian sendirian. Aku benar-benar benci dengan kata cinta. Rian berusaha mengejar namun aku terus berlari tanpa sadar aku menabrak seseorang.
“ I’m Sorry “  ucapku sambil meninggalkan orang tadi tanpa melihatnya.
Dilain tempat
 “ Daf, gue barusan ketemu dia, papasan dijalan! “ Ucap Niko yang seketika membuat Daffa membanting gelas yang dia pegang.
“ Gue mau kehidupan gue kembali kaya dulu lagi, ini semua gara-gara lo! “ Ucap Daffa sambil menunjuk-nunjuk Tiara yang ada didepannya.
            Hari ini aku berangkat ke kampus menggunakan bus, walaupun dengan naik bus memakan waktu yang lebih lama namun aku sengaja menghindari Rian untuk beberapa waktu karena aku tak mau membuatnya sakit. Aku sadar jika aku terus-terusan bersama dia, aku akan membuat dia sakit saat dia tau yang sebenarnya. Kadang perlu pengorbanan untuk membahagiakan orang lain. Beberapa menit kemudian aku pun sampai di halte bus universitasku.
“ Reina tunggu! “ Teriak seseorang yang suaranya aku kenal betul.
Tanpa pikir panjang aku langsung berlari berusaha untuk menghindari orang itu. Namun orang itu masih terus mengejar, aku pun bersembunyi dibalik mobil tapi beberapa menit kemudian mobil itu berjalan dan aku terlihat dari persembunyianku.
“ Reina? “ Ucapnya sambil memandangi wajahku yang terus aku palingkan.
“Reina tolong jangan pergi lagi, aku udah cari kamu kemanapun, aku selalu kirim surat kerumahmu tapi tak pernah ada balasan Rein. Tolong jangan pergi lagi! Aku mau jelasin semua sama kamu Rein “
“ Gak ada yang perlu dijelasin! Aku sadar Daf, kita dipertemukan karena sebuah alasan, alasan itu bernama cinta. Sampai kamu menghancurkannya tanpa alasan. Semuanya udah mati dan kamu yang udah bikin hati aku mati, aku harap aku ga akan pernah ketemu sama kamu! “ Ucapku dengan nada tinggi
“ Tapi Rein? “
“Udah Daf!” Ucapku sambil berlari meninggalkan dia sendirian.
“Aku ga akan menyerah Rein sampe kamu maafin aku, cinta bukanlah cinta jika menyerah!” Teriak Daffa dari kejauhan.
            Semenjak pertemuan dengan Daffa itu, aku makin berhati-hati agar tidak bertemu dia lagi karena jika iya makin susah bagiku untuk melupakannya. Dilain sisi ada Rian yang selalu menunggu, aku juga tidak ingin membuatnya sakit, karena aku tau bagaimana rasanya disakiti, bagaimana rasanya dibuat kecewa dengan orang yang kita sayang. Siang itu aku sedang menunggu bus di halte bus.
“Reina? “ Ucap seseorang yang membuat aku kaget.
“Iya, ada apa ? “ Ucapku sambil membalikkan badan.
Ternyata seseorang tadi adalah Rian, aku makin bingung harus berkata apa padanya.
“Rein, kenapa belakangan ini kamu susah dihubungin? Seminggu ini aku datang ke asrama tapi kamu ga pernah ada. Kamu kenapa Rein? Kamu marah sama aku? “ Ucap Rian.
“E..e..enggak kok Ian, aku gak marah kok sama kamu, aku cuma lagi sibuk aja kok maaf ya kalau aku ga telfon atau sms kamu” Ucapku berusaha mengelak.
“Aku kira kamu marah, oh yaudah lupain aja Rein. Belajar bareng yuk, udah lama ga belajar bareng di cafe. Tenang kok aku yang bayarin. “ Ucapnya.
“ Heem “ Ucapku singkat diikuti anggukan.
            Setelah itu kami pun pergi ke cafe indo dimana kami biasa makan bersama, aku masih agak canggung dengan Ian setelah hari itu tapi aku berusaha untuk tidak menampakkannya. Ian sudah seperti kakak dan sahabat bagiku.
“Pesen apa Rein? “ Tanya Rian.
“hh?..Samain sama kamu aja deh Ian” Ucapku sambil terus membaca buku.
            Beberapa menit kami menunggu akhirnya pesanan kami datang juga. Ternyata Ian memesan nasi goreng seafood telur ceplok dan vanila float. Tiba-tiba aku teringat kepada Daffa. Dulu, saat kami makan dia selalu memesan makanan dan minuman yang sama.
“Hey! Kok diliatin aja? Makan dong!” Ucap Ian yang seketika menghentikan lamunanku.
“I..I..Iya “
            Saat sedang makan tiba-tiba aku melihat Daffa di depan cafe.
“Ian kita pergi yuk! Disini panas banget, ayo kita belajarnya di taman aja ya! Ayo Ian! “ Ucapku sambil menutup muka dengan menu cafe.
“Ada apa Rein? Ga gerah kok disini. Trus ini makanannya kan belum habis “
“Udah gapapa nanti kita beli lagi! Ayo!” Ucapku sambil menarik tangan Ian keluar cafe dan berjalan menunduk.
“ Kaya kenal, tapi siapa ya? “ Ucap Daffa dalam hati.
            Daffa dan Tiara akhirnya makan disitu dan duduk di tempat aku duduk tadi. Setelah duduk diapun melihat makanan yang kami pesan tadi dan teringat bagaimana dulu kami makan makanan itu, bagaimana aku selalu membawakan sarapan kepadanya.
“ Andaikan gue masih sama Reina, pasti gue gausah makan disini deh “ Ucap Daffa sambil menggerutu.
“Daf? Tadi lo ngomong sesuatu? “ Ucap Tiara yang mendengar gerutuan Daffa.
            Seperti hari hari sebelumnya Aku dan Ian berangkat ke kampus bersama lagi. Aku sudah mulai melupakan kejadian waktu itu dan menjalani hari seperti saat Rian belum berkata seperti itu. Hari ini sepulang aku janji dengan Rian di Parque do ibirapuera untuk belajar bersama.
“ Reinaaaaaaaa! “ Ucap seseorang dari kejauhan.
“Itu siapa sih? “ Ucapku kebingungan karena tak memakai kacamata namun orang itu terus mendekat.
“Hei Reina, apa kabar? “ Ucap Tiara sahabatku dulu.
“Tiara? Kamu Tiara kan? Aku baik,kamu sendiri? kenapa kamu bisa ada disini? “ 
“Iya, aku juga baik. Aku disini kuliah Na. “ Ucapnya sambil duduk disebelahku.
“Oh kuliah. Kamu kesini sama siapa? “
“Daffa. “ Ucapnya singkat.
“Daffa? Kalian lagi ngedate ya? Oh yaudah aku mau pulang dulu ya, ada yang harus dikerjain “ Ucapku sambil membereskan buku berusaha menghindari Daffa.
“Tunggu Na! Jangan pergi kami ga ngedate kok. “ Ucap Tiara menarik tanganku untuk menahan aku pergi.
“Aku mau jelasin sesuatu sama kamu Na, sebenernya yang kamu liat waktu itu bukan salah Daffa Na, itu salahku. Aku waktu itu habis putus sama pacar aku dan aku iri sama banget sama hubungan kalian. Daffa disini ga salah Na, dia cuma berusaha tenangin aku tapi malah aku manfaatin situasi itu buat ngancurin hubungan kalian, aku memang suka sama dia tapi itu dulu sebelum dia pacaran sama kamu. Tolong maafin Daffa Na, dia ga salah aku yang salah. “ Ucap Tiara sambil menangis dan memelukku.
“ Makasih kamu udah mau jujur sama aku. Aku udah maafin kamu kok, aku juga salah disini aku ga pernah tau kalo kamu suka sama dia juga dulu, soal Daffa aku belum bisa maafin dia karena dia waktu itu ga pernah cerita tentang kamu yang baru putus dari pacar kamu. “ Ucapku sambil meneteskan airmata.
“Reina. Aku minta maaf!”
“Daffa? “
“ Iya ini aku Rein, aku bener-bener minta maaf sama kamu, waktu itu aku mau jelasin sama kamu tapi kamu malah pergi dari Indonesia sebelum aku sempet jelasin semuanya. “ Ucap Daffa.
Tiba-tiba Rian datang sambil membawa bunga.
“Tiara? “ Ucap Rian sambil menjatuhkan bunga yang dibawanya setelah melihat Tiara.
“Rian? “ Ucap Tiara sambil melepas pelukannya dariku.
                                                                       To be continue.

Komentar